Indonesia as the New Asian Miracle 2045: What does it take?
Indonesia Emas 2045: Sebuah Impian
atau Hanya Sekedar Angan
Indonesia negara berdaulat, adil,
dan makmur. Semboyan itulah yang acapkali digaungkan oleh para pemangku kebijakan
di Indonesia untuk membangun sebuah optimisme yang tinggi. Sebuah impian dan
gagasan besar bahwa setelah seratus tahun lamanya Indonesia merdeka, negara
yang terletak di garis khatulistiwa ini dapat bertransformasi menggapai impian
yang telah digantungkan pada visi Indonesia Emas 2045.
Visi Indonesia Emas 2045 diluncurkan
oleh Presiden ke-7 Republik Indonesia, Joko Widodo di tengah pelaksanaan
Musyawarah Perencanaan Pembangunan Nasional 2019 di Bogor. Visi tersebut dapat
dimanifestasikan sebagai mimpi besar Indonesia menjadi negara dengan
perekonomian terbesar ke empat di dunia. Hasrat menjadi negara yang memiliki
Pendapatan Domestik Bruto atau PDB 7,3 triliun dolar AS dan PDB per kapita di
atas 25 ribu dolar AS (Cakti, 2019).
Jelas tidaklah mudah mencapai sebuah
mimpi dan gagasan bangsa Indonesia yang begitu besar. Apakah 25 tahun waktu
yang tersisa Indonesia mampu untuk menjadi The Fourth Largest Economy in The
World di tengah tensi ketidakpastian ekonomi global dan domestik akibat diseminasi
virus Corona yang sampai saat ini belum bisa di atasi di banyak negara? Menteri
perindustrian yang merupakan kepanjangantangan dari presiden itu sendiri
menyatakan bahwa untuk mencapai cita-cita tersebut, setidaknya Indonesia harus
mampu tumbuh 6 - 7 persen per tahun (Kemenperin, 2019).
Teori Catch Up Effect menjelaskan
bagaimana pertumbuhan ekonomi negara miskin dan berkembang dapat bertumbuh
lebih cepat dari negara maju akibat tingginya return to capital dan
banyak sektor yang belum dieksplorasi serta dimanfaatkan secara penuh (Kharas & Kohli, 2011). Namun, banyak
dari kelompok negara berkembang yang terus terjebak dalam kelas tersebut serta
tidak dapat meningkatkan pendapatan per kapitanya. Hal ini diistilahkan dengan
sebutan middle income trap.
Dalam
menggapai pertumbuhan ekonomi yang lebih baik dan sehat dalam jangka panjang,
sebuah negara mesti menjamin terciptanya produktivitas yang berkelanjutan
(Neumman, 2014). Tingkat produktivitas sebaiknya dilihat secara komprehensif berdasarkan
dua faktor produksi utama, yaitu pekerja dan juga modal. Oleh karena itu, dalam
menganalisis pertumbuhan ekonomi, cara yang paling tepat adalah menggunakan Total
Factor Productivity yang memperhitungkan efisiensi baik tenaga kerja maupun
modal (Wilson, 2014).
Rendahnya
TFP yang dimiliki Indonesia dapat tervisualisasi dari tingkat produktivitas
tenaga kerja dan Incremental Capital-Output Ratio atau ICOR. Indonesia
saat ini memiliki produktivitas tenaga kerja yang cukup rendah di wilayah Asia.
Menurut
ukuran Asia Productivity Organizatiin (APO), indeks produktivitas tenaga kerja asal Indonesia
berdasarkan jumlah jam kerja pada 2017 sebesar 1,30. Angka ini masih di bawah
Thailand dan Vietnam yang masing-masing sebesar 1,45 dan 1,50 (Herman, 2020).
ICOR yang tinggi menunjukan penggunaan modal yang tidak efisien dan cenderung
boros. Tahun 2019, ICOR
Indonesia mencapai 6,77 lebih buruk dari tahun 2018 yaitu sebesar 6,44. ICOR tersebut cukup tinggi dibandingkan dengan negara
peer-nya seperti Malaysia, Filipina, Thailand, dan Vietnam sedang mendekati
kisaran angka ideal sebesar 3% (Asmara, 2020). Hal ini menjadi penyebab mengapa
walau realisasi investasi Indonesia selama tahun 2015 sampai 2019 naik hingga 48,4%
dari 545,4 triliun menuju 809,6 triliun, pertumbuhan Indonesia tak pernah lebih
baik dari angka 5 persen (Jayani, 2020).
Agar terlepas dari jeratan status negara berpendapatan
menengah, kita dapat belajar dari Korea Selatan yang memiliki julukan Asian
Miracle. Negara Gingseng ini telah mengalami salah satu transformasi
terbesar di dunia selama 60 tahun terakhir. Hal itu dimulai dari sektor ekonomi
berbasis pertanian pada tahun 1960 dan menjadi negara dengan pendapatan domestik
bruto terbesar ke-11 di dunia pada tahun 2016 (Santacreau, 2018). Gary Becker (1964)
dalam bukunya Human Capital menjelaskan bahwa investasi pada pendidikan membayar
dividen paling besar di antara media investasi lainnya dan hal itulah yang
diterapkan oleh Korea Selatan. Jasper Kim, profesor di Ewha University
menyatakan bahwa Korea Selatan berhasil mengembangkan satu-satunya sumber daya
berlimpah yang mereka miliki, yaitu penduduknya. Baik pemerintah maupun
keluarga menyadari pentingnya nilai pendidikan, dan menginvestasikannya dengan
cara yang luar biasa.
Indonesia merupakan negara yang memiliki jumlah penduduk usia
kerja yang begitu berlimpah, jauh melampaui Korea Selatan. Bahkan diprediksi
pada tahun 2030 Indonesia akan mengalami fenomena bonus demografi yang mana
jumlah penduduk usia kerja akan melampaui jumlah penduduk usia non-kerja
(Bappenas, 2017). Hal ini menjadi isyarat bahwa Indonesia berpotensi untuk menggapai
cita-cita Indonesia Emas 2045 dan generasi muda sebagai pemegang estafet
kepemimpinan bangsa adalah aktor utamanya.
Dalam upaya mengoptimalisasi peran pemuda sebagai aktor utama
pembangunan berkelanjutan Indonesia di tengah tekanan persaingan global dan
juga penyesuaian terhadap perkembangan teknologi serta revolusi industri 4, pendidikan
merupakan sebuah kunci penting untuk menghadapi tantangan tersebut. Pendidikan
merupakan sebuah hal yang memiliki efek multidimensional ke segala bidang
kehidupan manusia. Pendidikan merupakan merit goods yang memiliki ekternalitas
positif terhadap tingkat produktivitas dengan hubungan yang positif. Semakin
tinggi tingkat pendidikan, maka produktivitasnya akan turut meningkat (Hua,
2005). Oleh karena itu, akses terhadap pendidikan mesti diperluas agar pemuda
di berbagai lapisan masyarakat dapat menikmatinya. Dalam teori model
pertumbuhan ekonomi Solow, pendidikan atau kualitas sumber daya manusia
memiliki peran yang penting dalam pemanfaatan modal fisik yang ada karena dapat
meningkatkan efisiensi penggunaan sumber daya.
Charles Jones (2005)
berpendapat bahwa semakin banyak penemu yang kita miliki, maka semakin banyak
inovasi yang kita temukan, dan berimplikasi pada kekayaan yang semakin
berlimpah. Eurepean Bank Central (2017) menyampaikan
sebuah fakta yang mana semakin tinggi tingkat inovasi suatu negara, maka
semakin tinggi pula pendapatan per kapitanya. Inovasi atau teknologi memiliki
hubungan yang saling berkelindan dengan barang modal. Inovasi dan teknologi
baru membutuhkan mesin-mesin baru dan inovasi terus dibutuhkan agar akumulasi
dari akumulasi barang modal dapat terlaksana secara berkelanjutan (Cea, 2016).
Bagaimana
inovasi itu dapat tercipta? Studi yang dilakukan oleh Toivanen dan Väänänen (2013) memperlihatkan kausalitas
yang kuat antara pendidikan dan tingkat paten yang disahkan. Menggunakan metode
eksperimen kuasi-alami, mereka menemukan dampak kausal yang kuat dari
pendidikan teknik pada inovasi. Perhitungan kami menunjukkan bahwa jika
Finlandia tidak mendirikan universitas teknik baru di era pascaperang, jumlah
paten AS yang diperoleh penemu Finlandia akan menjadi 20% lebih rendah.
Sinergi Aktif, Pendidikan Komprehensif
Dengan berbagai posisinya yang
begitu penting dalam mengoptimalisasi peran pemuda untuk menggapai Indonesia
Emas 2045, bagaimana pendidikan seharusnya diterapkan? Hal utama yang mesti
diperhatikan adalah berbagai pemangku kebijakan serta generasi muda sebagai
aktor utama harus bersinergi dan berperan aktif dalam mewujudkan pendidikan
yang komprehensif. Model pendidikan yang diterapkan harus bisa menyesuaikan
dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang begitu pesat. Jangan
sampai manusia justru tertinggal dari teknologi yang ia ciptakan sendiri. Pemuda
yang menjadi harapan Indonesia harus memanfaatkan teknologi agar menjadi barang
komplementer yang dapat meningkatkan kualitas kerja mereka, bukan sebagai
barang substitusi yang dapat menggantikan mereka kapan saja.
Bonus demografi yang akan meledak di
Indonesia pada tahun 2030 terkonsentrasi di daerah luar jawa. Berdasarkan data
Badan Pusat Statistik, tingkat pertumbuhan penduduk tertinggi jatuh kepada
Pulau Kalimantan yang mencapai 2,32 persen disusul oleh Pulau Papua sebesar
2,215 persen. Oleh karenaya, untuk memanfaatkan bonus demografi tersebut
diperlukan akses pendidikan yang tidak berorientasi Jawa Sentris semata. Penyamarataan
akses terhadap pendidikan merupakan salah satu bentuk dari predistribusi
pendapatan (Cea, 2016). Selain itu, infrastruktur penunjang akses terhadap
dunia digital juga menjadi perhatian agar dapat dirasakan di seluruh daerah
Indonesia.
Program pendidikan juga dapat
dibentuk sesuai dengan apa yang menjadi keiinginan dan kemauan pelajar. Tetap
menempatkan beberapa program pembelajaran wajib, namun lebih memperbanyak
program mata pelajaran yang bersifat opsional yang mengarah kepada bentuk minat
dan bakat siswa. Program seperti itu dapat membuat generasi muda menjadi lebih
siap menghadapi dunia sesungguhnya di luar sana sesuai dengan subjek
pembelajaran yang menjadi komitmen mereka. Subjek seperti pembelajaran mengenai
bisnis, finansial, bahasa pemograman, dan olah data dapat menjadi mata
pelajaran yang diterapkan oleh institusi pendidikan menengah di Indonesia
karena sangat sesuai dengan perkembangan ekonomi berbasis digital dengan big
data yang menjadi vital keberadaannya saat ini.
Usaha untuk membentuk genarasi muda
yang memiliki kecakapan dan penyesuaian diri terhadap era industri 4.0 dapat
dilakukan melalui pelatihan dan pendidikan vokasional. Program Labor Active
Policy yang dikembangkan Jerman melalui Federal Institute for Vocational Education and Training
(BIBB) dapat diadaptasi oleh Indonesia. Tomas Leubner, Direktur Senior Pusat
Pelatihan Pendidikan Vokasional menyatakan bahwa terdapat empat prinsip yang
dipegang oleh lembaga ini, yaitu kerjasama antara pemerintah dengan industri,
penerapan standar nasional, kualifikasi tenaga pendidikan kejuruan, serta ketersediaan
institusi penelitian (Kusuma, 2016).
Pendidikan
tidak terbatas kepada bentuk formal semata. Salah satu bentuk pendidikan di
luar bangku sekolah yang sangat penting di terapkan untuk menyongsong Indonesia
di masa mendatang adalah transformasi dalam mindset dan cara pikir
masyarakat, khususnya generasi muda. Pemuda-pemudi Indonesia harus memiliki mindset
jangka panjang dan tidak cepat puas akan segala hal. Bukan berarti tidak
bersyukur, namun dengan sikap yang tidak mudah puas maka seseorang akan
cenderung terus belajar dan belajar, sehingga kedepannya dapat memberikan
kontribusi yang signifikan bagi perkembangan sebuah negara.
Akhir
kata, pendidikan merupakan sebuah hal yang sangat vital keberadaannya bagi
setiap langkah jejak umat manusia. Sejarah membuktikan bahwa negara yang
berhasil terlepas dari titel negara berpendapatan menengah salah satunya adalah
negara yang berhasil meningkatkan kualitas sumber daya manusia yang menjadi
faktor produksi mereka melalui pendidikan. Pendidikan merupakan sektor yang
memiliki multiplier effect yang tinggi dan berpengaruh secara
multidimensional. Dalam rangka meraih mimpi menjadi negara dengan PDB terbesar
ke empat di dunia pada tahun 2045 sebagai salah satu visi seratus tahun
Indonesia merdeka, orientasi pembangunan jangka panjang yang berkelanjutan
dengan generasi muda sebagai aktor utama pembangunan mesti terus
diprioritaskan. Hal ini dapat dilakukan melalui penerapan pendidikan yang
komprehensif, mulai dari akses terhadap pendidikan di seluruh penjuru negeri,
infrastruktur digital yang memumpuni, dan subjek pengajaran yang sesuai dengan
era transformasi digital. Pemerintah, swasta, masyarakat, dan juga generasi
muda harus sama-sama bersinergi untuk mempersiapkan generasi muda Indonesia
yang memiliki kualitas yang tinggi di berbagai aspek yang saling melengkapi
satu sama lain. Ketika hal ini terjadi, Indonesia Emas 2045 bukan hanya sekedar
angan, namun beralterasi menjadi impian yang akan menjadi kenyataan.
Daftar Pustaka
Acemoglu, Daron dan James A Robinson. 2012. Mengapa Negara Gagal.
Subiyanto, Arif. 2014. Jakarta: Gramedia
Asmara. 2020 https://www.cnbcindonesia.com/news/20200630172004-4-169188/ternyata-oh-ternyata-ekonomi-ri-boros-tidak-efisien
21 November 2020 pukul 12.45
Becker, Gary. 1964. Human Capital: A
Theoretical and Empirical Analysis with Special Reference to Education.
Chicago: The University of Chicago Press
Cakti, Aji. 2019. “Visi Indonesia Emas 2045” di https://www.antaranews.com/berita/862429/visi-indonesia-2045-harapkan-indonesia-jadi-negara-kelima-terbesar
10.19 20 November 2020 pukul 21.40
Cea, Camila dkk. 2016. The Core Economy. Oxford: Oxford Press
ECB. 2017. “How does
innovation lead to growth” di https://www.ecb.europa.eu/explainers/tell-me-more/html/growth.en.html#:~:text=One%20of%20the%20major%20benefits,other%20words%2C%20the%20economy%20grows
21 November 2020 pukul 16.55
Herman. 2020. “Produktivitas Tenaga Kerja di Indonesia dan Negara
Asean” di https://www.beritasatu.com/edi-hardum/ekonomi/627459/produktivitas-tenaga-kerja-indonesia-rendah-investor-lebih-melirik-vietnam 21 November 2020 pukul 09.23
https://www.bps.go.id/indikator/indikator/view_data_pub/0000/api_pub/50/da_03/1
Hua, Ping. 2005. How does education at all levels influence
productivity growth? Evidence from the Chinese provinces. Etudes et
Documents. 1(15): 2
Jayani, Dwi Hadya. 2020. “Realisasi Investasi di Indonesia
2015-2019” di https://databoks.katadata.co.id/datapublish/2020/01/29/realisasi-investasi-indonesia-2019-naik-484-dalam-5-tahun#:~:text=Realisasi%20Investasi%20Indonesia%202019%20Naik%2048%2C4%25%20dalam%205%20Tahun,-Realisasi%20PMA%20dan&text=Realisasi%20investasi%20Indonesia%20pada%202019,sebesar%20Rp%20545%2C4%20triliun. 21 November 2020 pukul 09.30
Katadata. 2017. “Trek Pertumbuhan Ekonomi Indonesia 1961 – 2017” di
https://databoks.katadata.co.id/datapublish/2018/01/31/inilah-pertumbuhan-ekonomi-indonesia-sejak-1961# 20 November 2020 pukul 22.47
Kemenperin. 2019. “100 Tahun Indonesia Merdeka” di https://kemenperin.go.id/artikel/19072/Menperin:-100-Tahun-RI-Merdeka,-Masuk-Lima-Besar-Ekonomi-Terkuat-Dunia 20 November 2020 pukul 22.20
Kharas, H., and Kohli, H. (2011). What Is the Middle
Income Trap, Why do Countries Fall into It, and How Can It Be Avoided? Global
Journal of Emerging Market Economies, 3(3), 281-289.
Kim, Kwan S. 1991. The Korean
Miracle (1962-1980) Revisited: Myths and Realities in Strategy and Development
[Paper]. Paris: Kellogg
Institute
Kusuma, Hendra. 2016. “Cara Jerman Kembangkan
Pendidikan Vokasi” di https://news.okezone.com/read/2016/04/19/65/1366730/cara-jerman-kembangkan-pendidikan-vokasi 21 November 2020 pukul 17.38
Sandi, Ferry. 2020. “Jerman Layak Ditiru Indonesia”
di https://www.cnbcindonesia.com/news/20200807163730-4-178295/jerman-layak-ditiru-indonesia-soal-vokasi-ini-alasannya 21 November 2020 pukul 17.57
Santacreau. 2018. “How South Korea Economy Development Quickly” di https://www.stlouisfed.org/on-the-economy/2018/march/how-south-korea-economy-develop-quickly 21 November 2020 pukul 12.21
Toivanen, O and L Väänänen (2011), “Education and Invention”, CEPR Discussion Paper. 8537, August.
Komentar
Posting Komentar