Pesta Demokrasi Sebentar Lagi, Milenial Persiapkan Diri
Pada
zaman modernisasi ini, Indonesia tengah mengalami fenomena “Bonus Demografi”
dimana dalam artian sempit angka penduduk milenial yang ada sangat berlimpah
jumlahnya di Zamrud Khatulistiwa. Dengan begitu Indonesia akan mendapat banyak
sekali keuntungan jika dapat memanfaatkannya dengan baik. Namun, di balik
keuntungan yang hadir dari peristiwa tersebut, Indonesia akan menghadapi
berbagai masalah yang muncul, tak terkecuali dalam bidang perpolitikan dalam
tahun yang disebut sebagai “Tahun Politik” ini. Mengapa demikian? Karena 2019
ini merupakan tahun dimana pesta demokrasi terbesar di salah satu negara
demokrasi terbesar akan diselenggarakan
dengan puncaknya, yaitu pemilihan umum presiden Republik Indonesia periode
2019-2024. Dikatakan sebagai ancaman, karena pastinya Indonesia akan menghadapi
“perang” gagasan dan pemikiran yang akan dihadirkan kedua pasangan calon, ya!
Rival yang telah lama bersaing sejak pemilahan umum presiden 2014 ini akan
kembali berhadapan dalam panggung perpolitikan terpanas tahun ini. Jika kita
sebagai kaum milenial tidak memiliki kapasitas yang cukup untuk mencerna dan
memproses segala bentuk “doktrin” yang kita hadapi, dipastikan kita akan salah
langkah dan terbawa arus politik yang sangat deras lebih-lebih menjadi apatis
dan masuk ke dalam “golongan putih”.
Untuk itu akan diulas berbagai langkah dan upaya yang dapat diterapkan generasi
muda Indonesia agar dapat merayakan pesta demokrasi ini dengan meriah tanpa ada
pertikaian di belakangnya.
Pahami visi-misi yang dihadirkan
pasangan calon. Langkah
ini merupakan hal yang harus dilakukan bagi setiap pemilih, khususnya generasi
muda seperti kita. Ketika dapat memahami bagaimana paslon ingin membentuk
negeri ini dengan berbagai program kerja yang akan mereka hadirkan ketika
amanah itu tertuju pada mereka, kita mesti menganalisis dan menyelaraskan mana
diantara visi-misi itu yang paling sesuai dengan apa yang kita inginkan bagi
negeri ini. Seringkali, masyarakat yang telah memiliki hak suara tidak
mengetahui apa sih visi-misi dan
program kerja yang tergambar dari kedua pasangan calon. Mereka hanya terbawa
arus oleh lingkungan keluarga dan masyarakat, sehingga memilih tanpa adanya
pondasi yang jelas.
Jangan mudah termakan “clickbait”. Ini
merupakan hal yang sangat penting apalagi di era yang sudah serba digital ini. Pastinya dalam atmosfer perpolitikan
ini banyak bermunculan berita-berita yang mendukung calon ini lah, mengagungkan
calon itu lah, prestasi-prestasi yang ada, bahkan yang lebih banyak kejelekan-kejelekan
yang dihadirkan. Dengan judul-judul yang seakan membangunkan gairah seseorang,
sehingga membuat insan yang membacanya tidak sadar dan terpengaruh hanya karena
“judul” semata yang mereka tak tahu apa itu isi dari berita tersebut. Dengan “jari
mungilnya” berbagai ujaran-ujaran yang tak pantas terlontar dan tersebar luas
di dalam dunia maya yang seakan nyata. Lebih parah lagi, hanya karena
menafsirkan sesuatu hanya dari judulnya saja, seseorang dapat terjerumus dalam
hal yang bukan semestinya. Clickbait
disini juga dapat berarti ucapan yang kita terima dari seseorang. Misalkan, eh
si ini ternyata gini loh blab la bla, dan tanpa adanya usaha untuk mencari tahu
lebih jauh, informasi tersebut kita telan mentah-mentah dan menjadi penyesat
bagi hati kita.
Selalu crosscheck setiap berita atau hal semacamnya yang kita dapatkan. Ini
merupakan langkah selanjutnya dari tips sebelumnya. Dengan waktu-waktu krusial
seperti ini pasti banyak berita dan informasi yang terbang kesana kemari dan
menyerbu kalangan umur memilih, khususnya generasi muda seperti kita yang
menjadi sasaran empuk karean dianggap sebagai pemilih swing voter yang sering berubah pilihan ataupun undicided voter yang masih galau dengan
pilihan yang akan diambilnya. Kadangkala bahkan rata-rata pada tahun politik
seperti ini, banyak informasi baik dari berita, khususnya portal digital sampai
kepada media social yang memberikan hal-hal yang tidak sesuai faktanya. Data
yang dirilis oleh salah satu website
di Indonesia, yaitu katadata.com menyatakan bahwa pada rentang waktu juli
sampai September 2018 terdapat sekitar 251 hoaks yang ada (Dimas: 2018). Hal
ini sangatlah meresahkan, karena dengan beredarnya hal yang dianggap fakta
namun hanya kebohongan belaka itu dapat menggiring opini publik kearah yang
salah. Banyak berita-berita bohong yang disebarkan oleh oknum-oknum tidak
bertanggung jawab berisi kejelekan pasangan calon lain, sehingga menimbulkan
banyak perbedaan pendapat, perang urat saraf, dan perdebatan berkepanjangan
yang sangat meresahkan. Lambat laun, hal ini bisa menggerogoti semboyan negara
kita yang Bhineka Tunggal Ika menjadi angan belaka. Melakukan pengecekan
kembali dapat kita lakukan dengan tidak hanya melihat sebuah berita dari satu
sumber saja, tapi bandingkan dengan sumber lain, tak lupa respon dan komentar
orang lain yang pernah membaca berita tersebut juga penting untuk menjadi tolak
ukur apakah hal ini merupakan sebuah kebenaran atau dusta.
Jadilah pendukung bukan pembenci. Ketika kalian sudah mantap dengan pilihan yang
kalian ambil, dukunglah paslon yang kalian usung dengan cara yang berkelas.
Sebarkan visi-misinya, kampanyekan program kerjanya, tampilkan sosoknya yang
dapat mejadi panutan. Ajaklah orang dengan kebaikan-kebaikan yang dimiliki.
Jangan kampanye dengan cara yang kampungan dan terlalu fanatik terhadap
sesuatu. Menjelek-jelekan paslon lain, tak pernah mengapresiasi hal baik yang
ada pada paslon lain, bahkan kekurangan sekecil apapun akan menjadi besar di matanya,
sedangkan kejelekan yang besar dari paslon dukungannya menjadi semu dan
terbutakan karena sikap fanatik yang ada pada diri mereka. Seakan kalian
merupakan pembenci terhadap musuh yang dihadapi paslon dukunganmu.
Akhir
kata, kita harus dapat mengatur dan memanfaatkan dengan sebaik-baiknya
pengetahuan dan kemampuan yang kita miliki. Ciptakanlah pondasi dan keyakinan
yang kuat dari sumber yang baik pada dirimu, sehingga tak akan mudah
tergoyahkan dan terbawa arus yang dapat menyesatkan. Seiap orang memiliki
kriteria pemimpin masing-masing dengan pilihannya yang juga beragam. Jangan
memaksakan kehendak kita terhadap orang lain, apalagi dengan cara-cara kotor
yang dapat menyebabkan perpecahan dan bangsa Indonesia akan semakin
terkotak-kotak. Siapapun nanti yang akan mengemban amanat seluruh rakyat
Indonesia mejadi pemimpin sekaligus panutan, kita harus siap menerima dan
mendukungnya, baik itu dengan apresiasi maupun dengan kritikan yang membangun.
Sebagai masyarakat, jangan hanya menyibukan diri dengan mencari-cari kesalahan
dan nyinyir yang tak jelas manfaatnya
di sosial media. Pergunakan waktumu sebaik-baiknya untuk mempersiapkan diri
membangun Indonesia menjadi lebih baik lagi. Bangun Indonesia dengan cara yang
berkelas jangan kampungan.
Sumber gambar : www.geotimes.com
Komentar
Posting Komentar