Cerdas Berteknologi, Parlemen Punya Solusi
*Naskah untuk Parlemen Remaja, namun sayang belum rejeki hehehe
Revolusi Industri 4.0: Mahakarya Umat Manusia
Di zaman modernisasi,
teknologi merupakan suatu hal dengan eksistensi yang tidak dapat dipungkiri
lagi. Dengan perkembangannya yang begitu pesat, teknologi seolah menjadi
sebuah unsur yang telah
menjalar ke segala aspek
kehidupan dan tidak dapat dipisahkan dengan umat manusia. Salah satu aspek
kehidupan yang telah berkolaborasi dengan kecanggihan teknologi adalah bidang
informasi.
Teknologi
Informasi atau yang lebih dikenal dengan sebutan TI adalah segala bentuk
teknologi yang diterapkan untuk memproses dan mengirimkan informasi dalam
bentuk elektronis (Lucas: 2000). Internet dapat dikatakan sebagai inovasi dalam
bidang teknologi informasi. Fenomena bermunculannya portal-portal berita dalam
jaringan, bervariasinya media-media sosial, serta menjamurnya forum diskusi
daring merupakan beberapa contoh produk teknologi informasi yang ditengarai
oleh internet. Dengan kemudahan dalam mengakses internet yang tidak dibatasi
oleh ruang dan waktu serta dapat dinikmati oleh hampir semua kalangan,
masyarakat Indonesia mampu menjadi insan yang lebih paham dan sadar akan
peristiwa yang terjadi di negaranya sendiri, bahkan sampai kepada wawasan akan dunia.
Tidak hanya itu, teknologi informasi juga memiliki potensi untuk meningkatkan
kualitas pendidikan di Indonesia dengan hadirnya berbagai situs yang
menyediakan layanan pembelajaran berbasis daring, serta menciptakan iklim
ekonomi yang baik sekaligus memperluas lapangan pekerjaan, salah satunya
melalui e-commerce. Sehingga dapat dikatakan bahwa digitalisasi
informasi merupakan gerbang bagi masyarakat untuk terjun dalam membangun bangsa
Indonesia.
Internet, Membangun atau Mengikis?
Menurut
laporan teranyar Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia atau beken
dengan singkatan APJII, sekitar 143 juta orang dari 262 juta penduduk di
Indonesia telah terhubung dengan jaringan internet sepanjang tahun 2017 dan
diprediksi akan terus bertambah setiap tahunnya (Kartina Bohang, Fatimah : 2018). Fakta
ini menunjukan bahwa kehadiran internet memiliki pengaruh yang sangat besar
bagi bangsa Indonesia. Tetapi, yang menjadi pertanyaan di sini, apakah pengaruh
itu berdampak baik seperti hal yang telah disebutkan tadi ataukah malah
berbalik menjadi momok menakutkan yang siap menggerogoti pilar-pilar bangsa.
Banyak tantangan yang mesti dihadapi bangsa
Indonesia dengan hadirnya teknologi informasi, khususnya pengguna produk
teknologi informasi itu sendiri. Pemberitaan palsu atau yang lebih sering kita
dengar dengan sebutan hoaks merupakan salah satu hal yang lahir akibat perkembangan
informasi yang sangat masif dan tak terbendung. Media sosial memiliki andil
terbesar dalam menyebarkan berita palsu. Menurut survey yang dilakukan oleh Masyarakat
Telematika Indonesia, media
sosial mencakup sekitar 47,1% dibandingkan dengan sumber hoaks lainnya. Selain
itu, di Indonesia sendiri terdapat sekitar 800.000 situs yang menayangkan
berita-berita yang tidak sesuai fakta atau hoaks (Ayu : 2017), hal ini tentunya
sangat mengerikan. Mengapa demikian? Karena berita-berita palsu yang beredar
dapat menimbulkan kebingungan dalam masyarakat, sehingga timbulah banyak
praduga dan kecurigaan tak berdasar. Cepat atau lambat perpecahan antar
masyarakat pun akan terjadi.
Terjerumus Dunia Maya
Media
sosial selain berperan sebagai media penyebar hoaks juga memiliki hal yang
tidak kalah berbahaya, yaitu menimbulkan rasa malas dalam berkomunikasi secara
langsung atau fisik bagi masyarakat. Teknologi Informasi yang seharusnya dapat
membuka wawasan akan fenomena yang terjadi di sekitarnya justru berbalik
membuat masyarakat menutup mata akan dunia. Anomali ini terjadi lantaran
pengguna media sosial rata-rata tidak dapat mengatur waktu pengunaan layanan
tersebut. We Are Social, perusahaan media asal Inggris yang bekerja sama
dengan Hootsuite mengkaji bahwa rata-rata orang Indonesia menghabiskan 3
jam 23 menit sehari untuk mengakses media sosial serta menempati peringkat
ketiga setelah Arab Saudi dan India sebagai Negara dengan pertumbuhan pengguna
media sosial tertinggi (Wahyunda : 2018). Dampak negatif media sosial ini
tercermin dari sikap dan hubungan antar masyarakat yang bisa dianggap acuh tak
acuh, mendekatkan yang jauh sekaligus menjauhkan yang dekat. Masyarakat seakan
terperosok ke dalam lubang individualisme yang merupakan momok
menakutkan bagi keberlangsungan si Zamrud Khatulistiwa ini. Satu individu
dengan individu lainnya dapat dianalogikan sebagai jahitan yang menyatupadukan
berbagai potongan kain menjadi sebuah baju yang indah, jika benang-benang itu
putus maka potongan demi potongan kain akan tercerai-berai dan pakaian indah
pun akan musnah.
Perundung Daring, Musuh
yang Tak Kasat Mata
Perundungan
yang dahulu dilakukan secara fisik sekarang telah berkembang dan memiliki
bentuk baru sebagai akibat dari masuknya era revolusi industri 4.0 , yaitu cyber
bullying atau perundungan secara daring. Memang terlihat sepele, karena
perundungan ini dilakukan tanpa adanya kontak fisik, namun justru memiliki
dampak yang sangat besar bahkan lebih parah jika dibandingkan dengan
perundungan biasa. Data yang diperoleh
UNICEF pada 2016, sebanyak 41 hingga 50 persen remaja di Indonesia dalam
rentang usia 13 sampai 15 tahun pernah mengalami tindakan cyberbullying
(Anonim : 2017). Beberapa tindakan di antaranya adalah doxing (mempublikasikan data personal orang lain), cyber
stalking (penguntitan di dunia maya yang berujung pada penguntitan di dunia
nyata), revenge pom (penyebaran foto atau video dengan tujuan balas
dendam yang dibarengi dengan tindakan intimidasi dan pemerasan). Semua hal ini dapat
terjadi lantaran pelaku perundungan yang menggunakan teknologi informasi
sebagai media kejahatan dapat melakukannya secara masif dan tanpa rasa takut,
sebab sampai saat ini, menyamarkan identitas di dalam media sosial ataupun produk teknologi lainnya untuk
melakukan kejahatan ini terbilang masih sangat mudah. Pada akhir tahun 2017, Facebook sebagai raksasa media
sosial dunia merilis data yang mengungkapkan bahwa terdapat 200 juta akun
facebook palsu yang disumbang oleh India, Indonesia, dan juga Filipina.
Penipuan,
kampanye hitam, pornografi, transaksi narkoba, westernisasi, penjiplakan, dan
kejahatan lainnya dengan
media teknologi informasi akan menjadi hal menghambat Indonesia untuk mencapai
pembangunan berkelanjutan 2030 yang
tengah digaungkan. Lantas,
kalangan mana yang terkena imbas paling besar terhadap gelombang teknologi
informasi? Jelas generasi muda, karena kaum milenial ini merupakan pengguna teknologi informasi terbesar di Indonesia dengan persentase mencapai 49,52%
(Sugiharto, 2016). Generasi muda
merupakan pemegang tongkat estafet kepemimpinan Indonesia yang sangat penting
keberadaannya sebagai visualisasi masa depan bangsa, apabila generasi muda telah terselimuti oleh
aliran negatif teknologi informasi, bisa dipastikan Indonesia akan mengalami
kemunduran, bahkan kehancuran yang tak dapat terelakan. Karenanya,
penggunaan teknologi secara cerdas perlu digaungkan agar Indonesia dapat terbebas
dari sisi gelap teknologi Informasi.
Agen Sosialisasi,
Penyaring Gelombang Teknologi Informasi
DPR
sebagai lembaga perwakilan rakyat memiliki peranan penting untuk mewujudkan
Indonesia cerdas berteknologi informasi. Hal ini dapat dilakukan dengan
berbagai hak dan wewenang yang dimiliki parlemen, baik itu mengarah terhadap
kebijakan preventif maupun kebijakan kuratif. Parlemen merupakan stimulus yang
dapat merangsang masyarakat untuk sadar bahwa teknologi informasi selain
memiliki manfaat yang berlimpah, ternyata juga memiliki keburukan yang tak
kalah banyaknya. Hal ini dapat dilakukan dengan mengadakan program sosialisasi
untuk mencegah dampak buruk teknologi informasi semisal program antihoaks, pencegahan terhadap cyber bullying, menghindari
penipuan-penipuan berkedok media sosial, cara
mengatur waktu antara dunia maya dan dunia nyata, dan lain sebagainya. Sehingga, masyarakat akan lebih berhati-hati ketika
bersentuhan dengan inovasi di bidang teknologi ini.
Parlemen
juga perlu untuk melakukan diseminasi penggunaan teknologi informasi yang dapat
membawa keuntungan dan kemajuan bagi bangsa Indonesia. Karena sejatinya
teknologi memiliki manfaat yang begitu besar dan multidimensi jika digunakan
dengan bijak. Sebut saja, memperluas lapangan pekerjaan dengan munculnya
pekerjaan-pekerjaan baru yang trendi, semisal youtuber, blogger, dan selebgram (Selebriti Instagram).
memajukan perusahaan-perusahaan dalam
negeri, khususnya UMKM dengan hadirnya internet sebagai pemicu
meluasnya pangsa pasar hingga ke mancanegara, dan
manfaat lainnya. Diseminasi ini mesti dilakukan dengan sasaran utama generasi
muda, karena kalangan yang paling merasakan kuatnya gelombang teknologi
informasi ini adalah muda-mudi Indonesia. Jika, mereka dibekali dengan
pengetahuan yang memadai mengenai cara memanfaatkan hal ini dengan baik,
niscaya gelombang yang dikhawatirkan akan merusak masa depan bangsa dapat generasi muda ubah
menjadi hal yang sangat besar manfaatnya.
Regulator
Ulung, Perencana Strategis, dan Pengawas Handal
Pencegahan
akan bahaya teknologi informasi yang telah dilakukan DPR sebagai lembaga
legislatif adalah mengesahkan Undang-Undang Informasi Transaksi Elektronik
nomor 19 tahun 2016 sebagai revisi dari UU nomor 11 tahun 2018. Namun, sampai
saat ini belum ada regulasi yang mengatur secara tegas dan ketat mengenai
pembuatan akun-akun dalam media elektronik, terutama akun dalam media sosial.
DPR dapat menerapkan peraturan seperti kebijakan daftar ulang kartu prabayar
dengan persyaratan memasukan Nomor Induk Kependudukan dan Nomor Kartu Keluarga,
yang diharapkan dapat meminimalisir kejahatan, semisal penipuan yang sedang
marak terjadi. Dalam mencegah terjadinya penjiplakan sebuah karya melalui
internet dan produk teknologi informasi lainnya, DPR telah mengantisipasi
dengan menerapkan regulasi Undang-Undang nomor 28 tahun 2014 tentang Hak Cipta,
sehingga para inovator bangsa dapat lebih leluasa dalam mempublikasi karyanya,
karena telah dilindungi oleh peraturan tersebut. Dengan begitu, Indonesia akan
melahirkan banyak ide kreatif yang akan
menjadi unsur
penting dalam memajukan kehidupan
bangsa.
Lembaga
eksekutif Republik Indonesia memikul wewenang dalam mengawasi kinerja
Kementrian Komunikasi dan Informatika dalam meberantas kejahatan yang bermarkas
di dalam sektor teknologi informasi. Parlemen dapat mengevaluasi
kinerja Kemkominfo dalam memblokir situs-situs pornografi, sesuai amanah Undang-Undang
nomor 44 tahun 2008 Pasal 4 ayat 1 juga berbagai situs serta akun media sosial yang
terindikasi melakukan aktivitas terlarang. DPR juga perlu mengkaji bagaimana
Kemkominfo memberdayakan teknologi informasi ini menjadi peluru yang ampuh bagi
Indonesia untuk menembus dan bersaing dalam ruang lingkup global.
Cerdas Berteknologi, Indonesia Bisa!
Indonesia cerdas berteknologi tidak
dapat terwujud apabila hanya parlemen saja yang bergerak. Perlu adanya kerja
sama di antara pemerintah, masyarakat, maupun pihak swasta untuk menangkal
berbagai keburukan yang ditimbulkan teknologi informasi serta mengolah dengan
baik potensi yang hadir bersamaan dengan teknologi informasi agar cita-cita
ini bisa menjadi sebuah kenyataan. Dibutuhkan kerja keras yang berkesinambungan
dalam berbagai dimensi, dimana masyarakat serta pihak swasta sangat dibutuhkan
untuk berpartisipasi secara aktif sebagai agen dari DPR guna menerapkan serta
menyebarluaskan berbagai kebijakan yang telah disahkan, sehingga cerdas
berteknologi informasi bukan hanya bualan semata. Gambar : www.robicomp.com
Komentar
Posting Komentar