Menggeliatnya Industri Kosmetik Ilegal di Balik Tren #GlowUp
Glow Up merupakan istilah yang saat ini sedang hangat diperbincangkan di masyarakat, khususnya generasi milenial ke bawah. Kepopuleran fenomena ini terus merajalela dengan bertebarannya challenge seputar kecantikan dengan beragam hashtag yang muncul di platform Tiktok. #glowup yang memperlihatkan perubahan kadar good looking seseorang telah ditonton sebanyak 18,8 M kali di Tiktok, sedangkan #passthebrushchallenge yang mempertunjukan daya tarik wajah seseorang setelah menggunakan make up telah ditonton lebih dari 1,2 M kali di platform yang sama.
Hal ini memberikan sinyal bahwa gaya hidup masyarakat telah
berubah.
Banyak orang berlomba-lomba
untuk tampil cantik dengan mengusahakan berbagai
cara, baik merawat diri menggunakan skin
care atau memoles diri dengan bantuan make
up. Fenomena ini menyebabkan ledakan terhadap permintaan produk
kosmetik. Merujuk data Badan Pusat Statistik, pada triwulan 1 2020, kinerja
industri kimia, farmasi dan obat tradisional (termasuk kosmetik) mengalami
pertumbuhan sebesar
5,59% (Magdelana,
2020).
Kecantikan dan ketampanan menjadi
senjata bagi seseorang untuk tampil lebih percaya diri dan memukau. Tak jarang
masyarakat menghalalkan segala cara agar tampil good looking dengan mengkonsumsi produk-produk kosmetik ilegal dan
palsu yang berbahaya. Bahkan, banyak di antaranya yang tidak tahu bahwa produk
yang mereka konsumsi merupakan barang yang sangat berbahaya.
Dalam tiga tahun terakhir, Badan
Pengawas Obat dan Makanan atau BPOM mencatat peningkatan yang signifikan dalam
peredaran kosmetik ilegal di Indonesia. Nilai kosmetik ilegal yang ditemukan pada tahun
2019 mencapai Rp185,9 miliar, jauh meningkat dari tahun 2018 sebesar Rp 78,2
miliar dan Rp 72,6 miliar di 2017 (Manafe, 2020). Kosmetik Ilegal yang beredar
di Indonesia juga banyak disumbang oleh produsen luar negeri. Dalam bulan
November dan Desember tahun 2020 saja, BPOM telah menyita impor kosmetik ilegal
senilai Rp
10 miliar hanya di wilayah Jakarta dan Jawa Barat (Kumparan, 2020).
Hal ini memperlihatkan hubungan yang selaras antara
kebutuhan kosmetik yang semakin vital dengan peredaran kosmetik ilegal yang
terus meningkat. Menjamin legalitas dan keamanan dari produk kosmetik yang
beredar menjadi sebuah urgensi yang penting untuk dilakukan. Oleh karena itu,
tulisan ini akan membahas dampak dari keberadaan kosmetik ilegal serta cara
yang dapat dilakukan untuk menjamin keberadaan kosmetik legal dan menurunkan
tingkat penetrasi kosmetik ilegal dan berbahaya di masyarakat
Eksternalitas
Negatif Akibat Kosmetik Ilegal
Peredaran kosmetik ilegal, baik dari dalam dan luar
negeri, menciptakan efek eksternalitas negatif yang menyebabkan kerugian bagi
negara, konsumen, dan juga produsen kosmetik legal. Peredaran kosmetik ilegal,
khususnya yang berasal dari luar negeri, berpotensi merugikan negara karena
terhindar dari pajak dan juga bea masuk. Temuan yang didapatkan oleh Polda
Metro Jaya pada tahun 2019 pada satu kelompok penyelundupan kosmetik ilegal
saja cukup mencengangkan, kelompok tersebut menyumbang kerugian bagi negara
hingga 800 M per tahunnya (Hamsah, 2019).
Kosmetik ilegal biasanya mengandung bahan berbahaya
seperti merkuri yang tidak hanya berakibat buruk bagi kesehatan penggunanya
saja, namun berdampak pula bagi
kesehatan orang lain. Penelitian yang dipublikasikan dalam “The Journal of
Pediatrics” menemukan sebuah fakta bahwa anak kemungkinan besar akan menderita penyakit hipertensi, artralgia, dan kelainan dalam sistem
pencernaan apabila sang ibu dan nenek menggunakan krim yang mengandung merkuri
(Ori, 2018).
Persaingan usaha yang tidak sehat juga terjadi di pasar
industri kosmetik karena kehadiran produk ilegal dan palsu yang dijual dengan
sangat murah. Hal ini menyebabkan kerugian bagi produsen kosmetik legal karena
dengan pasar kosmetik yang cenderung berstruktur persaingan monopolistik,
produsen tidak memiliki daya monopoli yang cukup untuk membentuk harga dan pada
akhirnya produsen yang tidak dapat bersaing dan melakukan efisiensi produksi
akan tergerus oleh produsen kosmetik ilegal sebagai produk substitusi (Yurike,
2019).
Mendorong
ke Kiri Sisi Supply dan Demand Kosmetik Ilegal
Berbagai langkah aktif perlu diterapkan oleh berbagai
pihak yang terlibat
untuk menjamin legalitas dan keamanan kosmetik yang beredar. Kebijakan tersebut mesti disusun dan diterapkan secara
komprehensif yang mencakup tidak hanya langkah untuk mencegah peredaran
kosmetik ilegal dan berbahaya dari segi penawarannya saja, namun juga perlu
menekan angka permintaan produk berbahaya tersebut. Rendahnya permintaan pada
akhirnya akan memaksa produsen untuk berhenti berproduksi, seperti hukum yang disampaikan oleh ekonom terkemuka J.M
Keynes dalam buku fenomenalnya, The General Theory of Employment, Interest and Money bahwa “Demand
Creates its Own Supply”. Lalu bagaimana cara mewujudkannya? Di bawah ini terdapat beberapa cara yang terlintas di benak penulis dengan sedikit analisis sederhana.
Perkuat
Daya Saing Harga Kosmetik Legal dan Aman
Sebagai barang yang termasuk dalam kategori shopping goods, konsumen akan melakukan
beberapa pertimbangan sebelum membeli produk tersebut. Salah satu faktor yang
dipertimbangkan adalah harga (Nickels, 2020). Seringkali konsumen tertarik
untuk membeli dan menggunakan kosmetik ilegal yang berbahaya karena insentif
dari murahnya harga produk substitusi kosmetik legal tersebut (Amelia R, 2020).
Data yang dikemukakan oleh IDN Research Institute menunjukan bahwa harga
merupakan faktor decision making terpenting
dalam keputusan konsumsi generasi milenial. 59.7% generasi milenial mencari
perbandingan harga di internet sebelum melakukan pembelian, sedangkan generasi
milenial yang melakukan pencarian mengenai kualitas produk hanya sebesar 1.3%
(Utomo, 2019).
Langkah yang dapat dilakukan untuk menciptakan daya saing
antara kosmetik legal dan ilegal adalah dengan mengusahakan harga kosmetik
legal yang terjangkau. Jika serta merta menurunkan harga, produsen kosmetik
pasti akan tertekan, karenanya pemerintah dapat memberikan insentif dengan
membuat harga bahan baku lebih murah. Data yang dihimpun oleh Kementerian
Perindustrian menunjukan bahwa pada tahun 2019, sekitar 70-90 persen bahan baku
industri kosmetik merupakan barang impor (Prasetyo, 2019). Oleh karena itu,
kemudahan dalam regulasi mengenai impor bahan baku industri kosmetik ini mesti
dilakukan oleh pemerintah agar produsen-produsen kosmetik dalam negeri dapat
memperoleh bahan baku dengan harga yang tidak terlalu mahal akibat transaction cost.
Dalam jangka menengah dan panjang, pemerintah bersama
dengan pihak swasta dapat mengembangkan pengolahan bahan baku substitusi impor
industri kosmetik dengan berlimpahnya bahan-bahan hasil alam Indonesia dengan
keunggulan dan harga yang kompetitif (Rini, 2020). Bahan-bahan yang berasal
dari dalam negeri mampu menekan biaya dalam pendistribusian dan juga bea masuk
yang dibebankan pada barang impor.
Kemudahan mengenai izin usaha dan edar kosmetik juga mesti
ditingkatkan dengan kerjasama sistem OSS atau Online Single Submission yang dimiliki oleh Badan Koordinasi
Penanaman Modal dan sistem data BPOM. Waktu dari proses verifikasi data juga
mesti dipercepat, sehingga dapat menekan biaya yang dapat berpengaruh pula
terhadap penurunan harga kosmetik legal dan aman yang terdaftar oleh
pemerintah. Pada akhirnya, upaya di atas dapat menurunkan, baik dari sisi
konsumen dengan permintaan yang beralih ke kosmetik legal maupun sisi supply dengan beralihnya penggunaan
bahan-bahan berbahaya ke bahan tidak berbahaya karena harga input yang lebih
murah.
Pemanfaatan
Bandwagon Effect Influencer di Media Sosial
Pengaruh dari keberadaan influencer terhadap keputusan
yang diambil konsumen dalam membeli sebuah produk cukup besar apalagi dengan
masifnya penggunaan media sosial saat ini. Kehadiran figur
publik dapat menyebabkan bandwagon
effect, yaitu sebuah fenomena psikologis yang membuat orang membeli atau
menggunakan sebuah barang karena melihat orang lain menggunakannya (Kelly,
2020). Hal ini tervisualisasi dari
data yang menunjukan bahwa sekitar 25% dari milenial tidak akan membeli sebuah
barang apabila tidak direkomendasikan oleh teman, keluarga, atau idola mereka
(Nabila, 2020).
Endorsement yang
biasanya menggaet figur publik menjadi salah satu sarana promosi para penjual
kosmetik ilegal. Salah satu kasus yang sempat viral pada tahun 2018 mengenai
produk kosmetik ilegal Derma Skin Care menyeret pula enam artis yang menjadi endorser dari produk tersebut, yaitu
inisial VV, NR, MP, NK, DJB dan DK. Berdasarkan penuturan yang disampaikan oleh
beberapa artis yang sempat diperiksa, mereka menerima tawaran endorsement karena tidak tahu bahwa
barang tersebut adalah ilegal dan berbahaya (Rinanda, 2018)
Oleh
karena itu, influencer terutama yang
memang berfokus di konten kecantikan untuk lebih selektif dan berhati-hati
dalam menerima tawaran endorsement dari
klien-kliennya. Bekerjasama dengan Kementerian Komunikasi dan Informasi, BPOM
dapat melakukan pendataan dan melakukan take
down atas konten promosi kosmetik ilegal dan berbahaya yang dilakukan oleh influencer. Selain itu, pemerintah juga
dapat berkolaborasi dengan beauty influencer
untuk mempromosikan ciri-ciri dan cara untuk mengenali produk-produk
kosmetik palsu dan ilegal serta mengkampanyekan pembelian kosmetik legal. Hal ini akan
menciptakan bandwagon effect positif,
sehingga dapat menekan angka permintaan terhadap produk kosmetik ilegal.
Aplikasi Informasi
Terintegrasi: Memberantas Misinformasi, Menumbuhkan Edukasi
Tingginya
permintaan akan produk kosmetik illegal tak lepas pula dari fenomena asymmetric information dan cognitive bias. Tidak lengkapnya
informasi mengenai sebuah produk ditambah dengan kemampuan yang kurang mumpuni
dalam mencerna dan menganalisis informasi yang didapat menjadi beberapa faktor
yang menyebabkan masyarakat terus menambah permintaan akan produk yang
sebenarnya memiliki efek yang buruk (Nalendra, 2020). Padahal, Joseph Stiglitz
menyatakan dalam bukunya Global Public
Good bahwa “Information is A Public Goods”. Informasi
menjadi barang yang sangat penting untuk menciptakan efisiensi yang terjadi di
pasar, seperti karakteristik yang berlaku di pasar persaingan sempurna.
Aplikasi
smartphone sebagai wadah diskusi bagi
seluruh konsumen produk kecantikan, dokter, pakar kecantikan, dan juga
pemerintah yang diwakilkan oleh BPOM dapat menjadi sarana untuk mengatasi
permasalahan mengenai informasi dan edukasi tersebut. Aplikasi melalui media smartphone dipilih karena berdasarkan
hasil riset yang dilakukan oleh IDN Research Institute, 98.7% dari generasi
milenial mengakses internet menggunakan telepon pintar mereka (Utomo, 2019).
Saat
ini memang BPOM telah memiliki aplikasi mobile
bernama BPOM mobile yang memiliki fungsi pengecekan terhadap legalitas suatu
produk. Namun, performa dari aplikasi ini terlihat cukup buruk dengan penilaian
2,6/5 di Google Play Store. Keluhan yang biasanya dilontarkan oleh pengguna
adalah sulitnya akses masuk dan informasi yang tidak jelas. Oleh karena itu, dalam mengatasi hal tersebut
BPOM mesti melakukan pembaharuan dalam user
interface yang dimiliki agar memudahkan pengguna dalam menggunakannya. BPOM
juga mesti membuka akses seluas-luasnya serta up to date akan data produk kosmetik ilegal yang mereka miliki
kepada konsumen.
Untuk
menarik minat pengguna serta lebih meningkatkan awareness masyarakat, aplikasi dapat dibuat dengan sistem dua arah.
BPOM dapat menambah fitur penjelasan terperinci akan setiap produk kosmetik
legal yang telah terdaftar, fitur yang memungkinkan konsumen untuk berbagi
serta berdiskusi dengan sesama pengguna dan pakar yang berpengalaman mengenai
pengalaman mereka dalam memakai produk-produk kecantikan, sarana pengaduan
mengenai merek produk kosmetik ilegal dan berbahaya, tips and trick bagaimana membedakan kosmetik ilegal serta palsu,
dan juga rekomendasi seputar produk kosmetik legal.
Dari
aplikasi tersebut, BPOM bisa membangun sebuah sistem big data yang terintegrasi antara lembaga mereka, konsumen, Dirjen
Bea Cukai, dan pihak e-commerce.
Keterbukaan akses terhadap data sangat bermanfaat agar masyarakat mengetahui
merek-merek produk kosmetik ilegal yang membahayakan. Big data ini juga bisa dimanfaatkan oleh BPOM sebagai sumber decision making dan aksi cepat
tanggapnya terhadap laporan mengenai produk ilegal yang didapatkan dari
konsumen. Pemanfaatan data terintegrasi dapat dilakukan oleh Dirjen Bea Cukai
sebagai basis data untuk melakukan screening
dan penyeleksian terhadap barang yang masuk ke Indonesia. Karena 80% transaksi produk kosmetik UKM dilakukan
secara daring, kumpulan data terintegrasi yang
didistribusikan kepada e-commerce di
Indonesia dapat menjadi
langkah antisipasi perusahaan untuk mencegah seller menjual kosmetik yang berbahaya.
Budiman,
Yurike. (2019, 11 Desember). Kosmetik Ilegal Buat Negara Rugi Rp 53 M. Diambil
kembali dari medcom.id: https://www.medcom.id/nasional/hukum/dN62L50N-kosmetik-ilegal-buat-negara-rugi-rp53-m
Hamsah. (2019,
14 Agustus). Kosmetik Ilegal Rugikan
Negara Miliaran Rupiah per Tahun. Diambil kembali dari fajar.co.id: https://fajar.co.id/2019/08/14/kosmetik-ilegal-rugikan-negara-ratusan-miliar-per-tahun/?page=all
Huda, Larissa.
(2020, 27 Januari). Perubahan Gaya Hidup
Dorong Industri Kosmetik. Diambil kembali dari korantempo.com: https://koran.tempo.co/read/ekonomi-dan-bisnis/449594/perubahan-gaya-hidup-dorong-industri-kosmetik
Katadata.
(2019, 4 Januari). Jumlah Penduduk Indonesia 2019 Mencapai 267 Juta Jiwa.
Diambil kembali dari katadata.co.id: https://databoks.katadata.co.id/datapublish/2019/01/04/jumlah-penduduk-indonesia-2019-mencapai-267-juta-jiwa
Kelly. Robert
C. (2020, 30 Desember). Bandwagon Effect.
Diambil kembali dari Investopedia.com: https://www.investopedia.com/terms/b/bandwagon-effect.asp
Kumparan.
(2020, 22 Desember). BPOM Bongkar
Peredaran Kosmetik Impor Ilegal Senilai 10 M. Diambil kembali dari
kumparan.com: https://kumparan.com/kumparannews/bpom-bongkar-peredaran-kosmetik-impor-ilegal-senilai-rp-10-miliar-1upUzbVhwza/full
Magdelana. (2020, 25 November). Industri Kosmetik
Tetap Glowing di Masa Pandemi. Diambil kembali dari rri.co.id:
https://rri.co.id/ekonomi/935030/industri-kosmetik-tetap-glowing-di-masa-pandemi?utm_source=news_main&utm_medium=internal_link&utm_campaign=General%20Campaign
Manafe, Dina.
(2020, 6 Maret). BPOM: Nilai Temuan
Kosmetik Ilegal Meningkat Drastis. Diambil kembali dari beritasatu.com: https://www.beritasatu.com/kesehatan/606211/bpom-nilai-temuan-kosmetik-ilegal-meningkat-drastis
Nabila, Marsya.
(2017, 19 Januari). Lima Strategi
Pemasaran Bisnis yang Sesuai untuk Kalangan Milenial. Diambil kembali dari
dailysocial.co.id: https://dailysocial.id/post/lima-strategi-pemasaran-bisnis-yang-sesuai-untuk-kalangan-millennial
Nalendra, Yoga
Radyan. (2018, 14 November). Mengapa
Selalu Ada Obat dan Kosmetik Ilegal? Ini Kata BPOM. Diambil kembali dari
detik.com: https://health.detik.com/berita-detikhealth/d-4301685/mengapa-selalu-ada-obat-dan-kosmetik-ilegal-ini-kata-bpom
Nickels,
William G, dkk. 2016. Understanding Business. Mc Graw Hill: Amerika Serikat
Ori, M. R., Larsen, J. B., & Shirazi,
F. M. (2018). Mercury Poisoning in a Toddler from Home Contamination due to
Skin-Lightening Cream. The Journal of
pediatrics, 196, 314–317.e1.
https://doi.org/10.1016/j.jpeds.2017.12.023
Prasetyo,
Wishnu Bagus. (2019, 13 November). Impor
Bahan Baku Industri Kosmetik ditargetkan Turun 10%. Diambil kembali dari
beritasatu.com: https://www.beritasatu.com/ekonomi/585164/impor-bahan-baku-industri-kosmetik-ditargetkan-turun-10
Putri, Arum Sutrisni. (2020, 22 Maret). Gila Pandemi Bikin Orang Suka Dandan,
Buktinya Penjualan Produk Kosmetik Online Melonjak. Diambil kembali dari
sindonews.com: https://ekbis.sindonews.com/read/243320/34/gila-pandemi-bikin-orang-suka-dandan-buktinya-penjualan-produk-kosmetik-online-melonjak-1606183866?showpage=all
Putris, Arum
Sutrisni. (2020, 22 Maret). Apa Itu
Kosmetik?. Diambil kembali dari kompas.com: https://www.kompas.com/skola/read/2020/03/22/203000769/apa-itu-kosmetik?page=all
Rinanda, Hilda
Mellisa. (2018, 04 Desember). Polisi Amankan Kosmetik Ilegal yang Endorse 6
Artis Indonesia. Diambil kembali dari detik.com: https://news.detik.com/berita-jawa-timur/d-4330233/polisi-amankan-kosmetik-ilegal-yang-endorse-6-artis-indonesia
Santia, Tira. (2020, 24 November). Efek Pandemi,
Transaksi Belanja Online Kosmetik Naik 80 Persen. Diambil kembali dari
liputan6.com: https://rri.co.id/ekonomi/935030/industri-kosmetik-tetap-glowing-di-masa-pandemi?utm_source=news_main&utm_medium=internal_link&utm_campaign=General%20Campaign
Utomo, William
P, dkk. 2019. Indonesia Millennial Report 2019. IDN Media: Jakarta
Komentar
Posting Komentar